AS’ILAH BAHTSUL MASA’IL FMPP III
SE KARESIDENAN KEDIRI
Di Pon. Pes. Al Falah Trenceng Sumbergempol
Tulungagung 66291 Telp. (0355) 396901
29 – 30 September 1998

1
Latar Belakang Mas’alah
Semenjak dilahirkan ke dunia, manusia diberi hak ihtiar
dan kebebasan untuk berbicara, berperilaku, bersikap dan bahkan menentukan
jalan hidupnya sendiri sendiri oleh Allah SWT. Namun sudah barang tentu
kebebasan yang diberikan Nya itu tidak mutlak, ada aturan mainnya. Mengacu dari
hal tersebut di atas, beberapa saat yang lalu ada sebagian masyarakat yang
merasa hak asasinya sebagai manusia dilanggar bahkan dikebiri.
Pertanyaan :
One.
Sejauh mana pengertian HAM menurut Islam ?
Two. Bolehkah
bagi seseorang atau ahli warisnya yang merasa HAM nya dirugikan menuntut kepada
pihak yang merugikan ?
Pengurus
Rumusan Jawaban :
One.
Hak yang keberadaannya untuk kemaslahatan
manusia yang dalam pelaksanaannya tidak bertentangan dengan syara’ dan
meliputi :
1. Hak
nafsy, memasukkan akal.
2. Hak
maaly ( harta )
3. Hak
nasaby
4. Hak
diiny ( agama )
5. Hak
‘irdly ( harga diri )
Referensi :
1.
Al Fiqhul Islami juz IV hal. 14 - 29
2.
Al Fatawi fii Syarhil ‘Arba’in hal 279
3.
Syarhu Jauharut Tauhid hal. 198 - 199
4.
At Tassyri’u Jana’i Al Islami juz 1 hal. 237
Two. Boleh.
Dengan catatan sesuai dengan prosedur syara’.
Referensi :
1.
Tafsir Ash Showi juz 4 hal. 43
2.
Fathul Baari juz 12 hal. 205 dan 209
3.
Al Jamal ‘Alal Manhaj juz 5 hal. 408
2
Latar Belakang Mas’alah
Pada beberapa waktu yang lalu, banyak terjadi perusakan,
penjarahan, perkosaan dll. Yang kebetulan peristiwanya bersamaan dengan aksi
demo para mahasiswa. Namun bukan suatu kebetulan kalau yang menjadi korban
adalah kebanyakan orang orang non muslim, apalagi dari etnis keturunan.
Sehingga banyak dari mereka pergi ke luar kota. Bahkan ke luar negeri untuk
menyelamatkan diri.
Pertanyaan :
One.
Bagaimana sebenarnya status non muslim di
Indonesia ?
Two.
Sejauh mana perlindungan Islam terhadap mereka ?
Pengurus
Rumusan Jawaban :
One.
Karena antara warga non muslim dengan imam tidak
ada akad yang dibenarkan ( sesuai ) dengan adat yang tercantum di dalam kitab,
maka status non muslim di Indonesia menurut qoul yang dipilih oleh
musyawirin adalah termasuk kafir harbi fii dzimmatit ta’min.
Referensi :
1.
Qurrotul ‘Ain hal. 211 – 212
2.
Bughyatul Mustarsyidin hal. 225
3.
Fatawi Isma’il hal. 199
4.
Al Jamal ‘Alal Manhaj juz 5 hal. 208
Two. Perlindungan
Islam kepada warga non muslim di Indonesia adalah meliputi perlindungan jiwa
dan hartanya. Karena akad fasid dalam masalah perlindungan itu sebagai
akad yang shohih.
Referensi :
1.
Is’adurrofiq juz 2 hal. 118
2.
Al Majalisus Saniyyah hal. 105
3.
Bughyatul Mustarsyidin hal. 255
4.
Fatawi Isma’il hal. 199
3
Latar Belakang Mas’alah
Dunia perpolitikan Indonesia akhir akhir ini bergejolak. 50
partai lebih telah dideklarasikan. Dan sebagai eksesnya anggota masyarakat,
tokoh dan ulama’nya terkotak kotak sesuai pilihan partai masing masing.
Sehingga banyak dari masing masing kelompok saling menjatuhkan. Dan bahkan
menyesatkan kelompok lain dengan maksud agar mendapat dukungan dan simpati
masyarakat terhadap kelompoknya.
Pertanyaan :
Bagaimana hukum menyesatkan, mencela orang lain yang
didasarkan hanya pada perbedaan golongan politik ?
Pengurus
Rumusan Jawaban :
Di dalam mencela, menyesatkan orang lain tak akan lepas dari
mengumpat ( الغيبة
والنميمة والسب واللعن والكذب
). Untuk itu hukumnya tidak diperbolehkan / haram. Kecuali ada kemanfaatan bagi
orang Islam, mencegah dloror, merupakan pembalasan yang sepadan dari
umpatan yang diterima, bertujuan memberikan nasihat, tidak tunjuk hidung,
maslahat yang ditimbulkan lebih banyak dan tidak ada jalan lain kecuali kidzb.
Referensi :
1.
Is’adurrrofiq juz 2 hal. 72, 73 dan 77
2.
Al Jamal ‘Alal Manhaj juz 2 hal. 138
3.
I’anatuth Tholibin juz 4 hal. 153
4
Latar Belakang Mas’alah
Menghadapi PEMILU yang akan datang, tidak tertutup
kemungkinan masing masing parpol berupaya semaksimal mungkin untuk mendapat
suara terbanyak. Dan bisa jadi akan ada korban yang jatuh dalam merebutkan
suara / kampanye.
Pertanyaan :
Apakah orang yang mati dalam membela partainya bisa
tergolong mati syahid ?
Rumusan Jawaban :
Pembelaan seseorang terhadap partai tidak menjadikan sebab
syahid dan tidaknya kematian seseorang. Kecuali dalam rangka membela partai,
ada sebab sebab kematian yang lain. Seperti mati karena membela diri ( دفع الصائل ), terjatuh, sakit perut, tenggelam dan
lain lain.
Referensi :
1.
Nihayatuz Zain hal. 160
2.
I’anatuth Tholibin juz 4 hal. 194
3.
Al Majmu’ juz 10 hal. 402
4.
Nihayatul Muhtaaj juz 2 hal. 498
5
Latar Belakang Mas’alah
Fulan adalah seorang pegawai di sebuah perusahaan. Dalam
menjalankan tugasnya, fulan sering keluar kota dengan dibiayai oleh perusahaan.
Dalam memberikan pembiayaan, perusahaan menggunakan standart tiket pesawat
terbang dan biaya untuk menginap di hotel.
Pertanyaan :
Bila dalam perjalanan si fulan tidak naik pesawat terbang (
naik kereta api, misalnya ) dan juga dia tidak bermalam di hotel ( di tempat
saudara, misalnya ), bolehkah fulan memiliki sisa uang transport dari
perusahaan tadi ?
PP. Mahir Arriyadl
Ringinagung Kencong Kepung Kediri
Rumusan Jawaban :
Dia boleh memiliki sisa uang transport dari perusahaan
tersebut. Dengan catatan tidak ada keharusan untuk hal di atas ( naik pesawat
terbang dan menginap di hotel ). Jika ada keharusan untuk itu, maka sisa
transport harus dikembalikan.
Referensi :
1.
Bughyatul Mustarsyidin hal. 177
2.
Al Bujairomi ‘Alal Khothib juz 3 hal. 229
3.
Assyarqowi juz 2 hal. 115
6
Latar Belakang Mas’alah
Di suatu daerah, sudah menjadi kebiasaan bila seseorang
menabrak kucing, orang tersebut merawat, mengkafani dan menguburnya.
Pertanyaan :
Bagaimana hukum adat tersebut ( merawat, mengkafani dan
mengubur kucing tadi ) dengan alasan takut kualat ?
Rumusan Jawaban :
Adat seperti itu tidak dibenarkan oleh syara’.
Kecuali i’tiqodnya benar dan tidak ada tabdzirul maal.
Referensi :
1.
Ghoyatu Talkhisil Murod Hamisy Bughyatul
Mstarsyidin hal. 206
2.
Tuhfatul Murid hal. 58
3.
Qodlo’ul Adab hal. 441
4.
Al Bajuri juz 1 hal. 366
7
Latar Belakang Mas’alah
Ada golongan yang berpendapat bahwa amal perbuatan yang
tidak pernah dikerjakan di zaman Nabi Muhammad SAW itu adalah bid’ah ( mardud
).
Pertanyaan :
Sampai di manakah batasan pengertian bid’ah sayyi’ah
dan hasanah ?
Rumusan Jawaban :
Bid’ah sayyi’ah adalah sesuatu yang diwujudkan
setelah zaman Nabi yang bertentangan dengan Al Qur’an, Hadits, Ijma’, qiyas dan
atsarus shohabat. Sedangkan bid’ah hasanah adalah sebaliknya di atas
yang meliputi ubudiyah dan mu’amalah.
Referensi :
1.
I’anatuth Tholibin juz 1 hal. 313
2.
Tuhfatul Murid hal. 125
8
Latar Belakang Mas’alah
Berangkat dari kenyataan yang ada saat ini, di mana
keberadaan kaum hawa, khususnya bagi wanita karir, sangatlah sulit untuk
memenuhi kriteria pakaian muslimah sebagaimana yang telah digariskan di dalam
hukum fiqh.
Pertanyaan :
One.
Apakah wanita karir tidak bisa disamakan dengan
budak ( dalam hal aurat ), dimana mereka sama sama bekerja di samping tuntutan
situasi dan kondisi ?
Two.
Kalau tidak bisa, apakah tidak perlu penafsiran
ulang tentang ayat : ما
ظهر منها yang menurut
sebagaian mufassirin ( di dalam Tafsir Munir ) ayat di atas di tafsiri dengan: ما جرت به العادة ?
Ma’ahad Aly
Situbondo
Rumusan Jawaban :
One.
Wanita karir di luar sholat aurotnya sama dengan
budak. Yaitu :
1. Di
waktu sendirian, bersama laki laki semahrom dan bersama wanita sesama muslim,
auratnya anggota tubuh antara pusar dan lutut.
2. Semua
badan kecuali anggota tubuh yang nampak ketika melakukan pekerjaan rumah dan
ketika bersama wanita kafir.
3. Ketika
bersama laki laki yang bukan mahram, auratnya semua anggota tubuh.
Sedangkan aurotnya di dalam sholat tidak
sama dengan budak. Yaitu semua badan selain wajah dan kedua telapak tangan.
Referensi :
1.
Nihayatuzzain hal. 47
Two. Yang
dimaksud dengan ما
جرت به العادة oleh
sebagian mufassirin adalah sebatas wajah dan kedua telapak tangan.
Referensi :
1.
Tafsir Munir juz 2 hal. 710
2.
Tafsir Fakhrurrozi juz 23 hal. 206
3.
Fawa’idul Janiyah juz 1 hal. 390
9
Latar Belakang Mas’alah
Kerap kali dalam suatu acara, semisal pengajian umum dan
hajatan, sholawat Nabi dilantunkan sebelum muballigh naik ke podiom atau
sebelum orang bubaran dari hajatan.
Pertanyaan :
Bagaimana pandangan fiqh tentang dibacanya sholawat Nabi
pada saat seperti tersebut di atas ?
PP. Al Ma’ruf
Ngaringan Grobogan Jateng
Rumusan Jawaban :
Sholawat sebelum muballigh naik ke podium, hukumnya sunnah
ditinjau dari sholawat itu sendiri. Dan tidak sunnah bila ditinjau dari
penempatannya. Sedangkan sholawat sebelum bubaran dari hajatan hukumnya sunnah.
Referensi :
1.
Faidlul Qodir juz 4 hal. 203
2.
Bughyatul Mustarsyidin hal. 84 – 85
3.
Al Adzkar Annawawi hal. 106
4.
Al Fatawi Al Kubro juz 1 hal. 129 – 131
5.
Al Bajuri juz 1 hal. 154
10
Latar Belakang Mas’alah
Di berbagai kota, sekarang telah berlaku pelayanan bank
dengan ATM ( Automatic Transfering Machine ) agar para nasabah bisa mengambil
uangya, mentransfer, membayar rekening dll. Kapan dan di mana saja ia temui ATM
tersebut.
Pertanyaan :
One.
Apa kedudukan ATM ( melihat fungsinya di atas )
dari sebuah bank menurut tinjauan syara’ ?
Two.
Sahkah transaksi dilakukan melalui ATM ?
Three.
Bila terjadi pencurian lewat ATM, misalnya
dengan menggunakan PIN dari nasabah, maka siapa yang bertanggung jawab.
Sementara pihak bank tidak mau tahu ?
Four.
Melihat manfaat dan madlorot yang ada,
bolehkah pelayanan bank dengan menggunak ATM ?
PP. Nurul Jadid
Paiton Probolinggo
Rumusan Jawaban :
One.
Kedudukan ATM dalam sebuah bank, menurut
tinjauan syara’, adalah sebagai :
1. Tempat
untuk menyimpan ( حرز ).
2. Sarana
transaksi ( كتابة ).
3. Sebagai
sarana penyerahan / penerimaan ( قبض
).
Referensi :
1.
Al Bajuri juz 2 hal. 234
2.
Al Madzahibul ‘Arba’ah juz 2 hal. 155
3.
Bughyatul Mustarsyidin hal. 149
4.
Hamisy I’anatuth Tholibin juz 3 hal. 4
Two. Sah
dengan diarahkan pada akad حوالة بالمعاطاة dan إرسال
الرسول بالمعاطاة dalam
masalah transfer. Dan termasuk استرداد الدين بالمعاطاة dalam masalah pengambilan uang.
Referensi :
Sama dengan ibarat di atas.
CATATAN : Untuk permasalahan sub c dan
d belum terbahas.
11
Latar Belakang Mas’alah
Di negara kita yang berbudaya, beradab dan penuh sopan
santun ini, sering kita mendengar ada seminar, diskusi dan forum lainnya yang
mengambil thema sex dan problematikanya. Padahal dalam forum semacam itu sering
diucapkan kata kata atau hal hal yang tabu ( saru ).
Pertanyaan :
One.
Bagaimana hukum menyelenggarakan atau menghadiri
forum semacam tersebut di atas ?
Two.
Adakah batasan untuk membicarakan permasalahan
sex ?
Three.
Bolehkah memberikan pendidikan sex kepada anak ?
PP. Fathul Ulum
Kwagean Kencong Kepung Pare Kediri
Rumusan Jawaban :
One.
Menyelenggarakan seminar sex diperbolehkan bila
jelas ada manfaatnya. Dan dalam penyelenggaraannya tidak ada munkarot.
Semisal ikhtilath ( percampuran laki laki dan perempuan yang bukan
mahromnya ) yang diyakini akan menimbulkan fitnah. Sedangkan menghadiri seminar
sex juga diperbolehkan. Akan tetapi bila di dalam seminar tersebut jelas / gholabatidz
dzon terjadinya kemungkaran, maka wajib hadir kalau mampu menghilangkannya
( mencegah ).
Referensi :
1.
Bughyatul Mustarsyidin hal. 5
2.
I’anatuth Tholibin juz 3 hal. 361
3.
Is’adurrofiq juz 2 hal. 67 dan 136
Two. Membicarakan
permasalahan sex ada batasannya. Yaitu tidak memakai bahasa yang tabu, tidak ifsya’us
sirri ( membeberkan rahasia ), tidak berakibat mendorong untuk melakukan fahisyah
( perbuatan tercela ). Kecuali ada manfaat yang lebih besar.
Referensi :
1.
Taudlihul Ahkam hal. 441
2.
Subulussalam juz 3 hal. 141
3.
Al Fatawi Al Haditsiyyah hal. 105 – 106
Three. Memberikan
pendidikan kepada anak diperbolehkan bila tidak menimbulkan madlorot.
Referensi :
1.
Is’adurrofiq juz 2 hal. 94 – 95
2.
Al Fatawi Al Haditsiyyah hal. 106
12
Latar Belakang Mas’alah
Sehubungan dengan menurunnya nilai Rupiah terhadap Dolar,
maka banyak orang mencoba berspekulasi dengan membeli mata uang asing tersebut
sebanyak banyaknya. Dengan harapan akan bisa mendapatkan keuntungan secara
singkat dari fluktuasi nilai tukarnya.
Pertanyaan :
One.
Akad apakah yang digunakan dalam praktek
tersebut ?
Two.
Bagaimana hukum pembelian dolar ( shorof ) yang hanya didasarkan pada spekulasi
seperti di atas.
PP. Fathul Ulum
Kwagean Kencong Kepung Pare Kediri
Rumusan Jawaban :
One.
Termasuk akad bai’ yang sah apabila meng i’tibar
dzatnya. Dan telah memenuhi persyaratannya. Dan tidak sah apabila meng i’tibar
nilai yang dikandung uang itu sendiri.
Referensi :
1.
Muhibatu Dzil Fadli juz 4 hal. 29
2.
Nihayatul Muhtaj juz 3 hal. 395
3.
I’anatuth Tholibin juz 3 hal. 21
CATATAN : Sedangkan hukum halal dan
haramnya ( sub B ) masih mauquf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar